Minggu, 02 April 2023

LITERASIZAWA : MENGENAL MAWQUF ‘ALAIH DAN NADZIR


Kebumen-GazawaLiterasi : Ketika bicara mengenai wakaf, sering kali kita menjumpai istilah mawquf ‘alaih dan istilah nadzir. Kedua istilah ini tidak sedikit dikalangan masyakarat kita yang masih belum paham dan kesulitan membedakannya. Dalam dunia pesantren, istilah mawquf ‘alaih lebih banyak dikenal karena disebutkan dalam kitab-kitab fiqh klasik sebagai salah satu dari rukun wakaf, sementara istilah nadzir lebih banyak dikenal dikalangan praktisi wakaf karena secara regulasi disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Lalu siapa sebenarnya mawquf ‘alaih dan siapa sebenarnya nadzir



Disebutkan dalam kitab-kitab fiqh klasik, rukun wakaf menurut selain mazhab Hanafi terdiri dari wakif (orang yang berwakaf), mawquf (harta yang diwakafkan), mawquf ‘alaih (orang yang mendapatkan manfaat dari wakaf), dan shighot wakaf. Karena kedudukan mawquf ‘alaih merupakan salah satu dari rukun wakaf maka keberadaanya sangatlah penting dan urgent, hal ini karena menyangkut keabsahan wakaf itu sendiri. Berbeda dengan regulasi, dalam Undang-Undang Nomer 41 Tahun 2004 pasal 6 tidak secara tegas menyebutkan adanya rukun wakaf, namun hanya disebutkan unsur wakaf yang terdiri dari wakif, nadzir, harta benda wakaf, ikrar wakaf, peruntukan harta benda wakaf dan jangka waktu wakaf. Mawquf ‘alaih tidak disebutkan didalamnya termasuk unsur wakaf, namun mawquf ‘alaih disebutkan secara terpisah sebagai pihak yang ditunjuk untuk memperoleh manfaat dari peruntukan harta benda wakaf sesuai pernyataan kehendak wakif yang dituangkan dalam Akta Ikrar Wakaf. 

Mengingat kedudukan mawquf ‘alaih ini sangat penting dalam wakaf, maka keberadaan mawquf ‘alaih mestinya bukan hanya sekedar obyek atau pihak yang memperoleh manfaat dari peruntukan benda wakaf itu saja, namun seyogyanya ikut aktif juga dalam mengelola keberlangsungan harta wakaf itu sendiri. Bahkan mengutip pendapat Wahbah Az-Zuhaili dari segi kepemilikan atas benda yang diwakafkan, beliau berpendapat harta wakaf itu menjadi milik mauquf ’alaih, meskipun mauquf ’alaih tidak berhak melakukan suatu tindakan atas benda wakaf tersebut, baik menjual atau menghibahkannya. Semisal wakaf tanah itu untuk masjid, maka seyogyanya mawquf ‘alaih ikut juga bertanggungjawab mengelola, menjaga dan memakmurkan masjid tersebut, bukan hanya sekedar memperoleh kemanfaatannya saja. Hal ini mengingat dari segi kepemilikannya menurut pendapat Wahbah az-Zuhaili, adalah milik mawquf ‘alaih

Lalu siapa Nadzir?. Nadzir berasal dari bahasa Arab nadzoro-yandzuru yang mempunyai arti, menjaga, memelihara, mengelola dan mengawasi. Nadzir adalah isim fa’il yang kemudian dapat diartikan dalam bahasa Indonesia menjadi arti pengawas (penjaga). Sedangkan nadzir dalam wakaf menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 pasal 1 (4) adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. Walaupun para Mujtahid tidak menjadikan nadzir sebagai salah satu rukun wakaf, namun para ulama sepakat bahwa wakif harus menunjukan nadzir wakaf. Pengangkatan nadzir wakaf ini bertujuan agar harta wakaf tetap terjaga dan terurus, sehingga harta wakaf itu tidak sia-sia. Meskipun demikian tidak berarti bahwa nadzir mempunyai kekuasaan mutlak terhadap harta yang diamanahkan kepadanya. 

Jadi secara sederhana dapat disimpulkan, bahwa nazhir wakaf merupakan pihak penerima tanggungjawab atas harta wakaf yang punya kewajiban mengelola harta benda yang diwakafkan oleh wakif, sementara mawquf ‘alaih merupakan pihak yang diberikan manfaat atas pengelolaan harta benda wakaf tersebut. Kedua-duanya bertanggungjawab atas keberlangsungan harta wakaf yang diwakafkan oleh wakif sebagaimana peruntukannya. Imam Syafi’i dan Ahmad bin Hambal berpendapat, jika wakif meninggal dunia maka harta yang diwakafkan tersebut tidak dapat diwarisi oleh ahli warisnya, dan menyalurkan manfaat harta yang diwakafkannya kepada mauquf ‘alaih adalah sebagai sedekah yang mengikat, dimana wakif dan ahli waris wakif tidak dapat melarang penyaluran kemanfaatannya tersebut kepada mawquf 'alaih. Apabila wakif atau pihak tertentu melarangnya, maka qadli atau pemerintah berhak memaksanya agar tetap memberikannya kepada mauquf ’alaih
Wallohu ‘aklam   @doelhakeem

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ZAWACORNER : DO'A ZAWA KETIKA HUJAN

  Kebumen - zaWAcorner  : Hujan bagi sebagian orang mungkin dinilai hanya sebagai fenomena alam yang lumrah dan biasa. Sebuah siklus air y...