Kebumen-GazawaLiterasi : Secara etimologi, wakaf berasal dari perkataan arab al-Waqf
(wakaf) yang berarti al-Habs (menahan)dan at-tasbil (berderma untuk
sabilillah). Al-Waqf merupakan berbentuk masdar dari ungkapan waqfu
asy-syai yang berarti menahan sesuatu. Apabila kata tersebut dihubungkan
dengan harta seperti tanah, binatang dan yang lain, ia berarti pembekuan hak
milik untuk faedah tertentu. Adapun secara istilah dalam syari’ah Islam,
wakaf diartikan sebagai penahanan hak milik atas materi benda (al-‘ain)
untuk tujuan menyedekahkan manfaat atau faedahnya (al-manfa‘ah).
Alkisah, si Acong adalah penganut Konghucu
dan pengamal kitab suci Si Shu yang taat. si Acong, singkek kawakan
yang kekayaannya sudah nyjeprah dimana-mana, ketika melihat masjid di belakang
toko klontongnya kerepotan akses jalan karena sempitnya komplek pertokoan, si Acong mikir dan berkehendak akan memberikan toko berserta tanahnya untuk
kepentingan akses jalan ke masjid. Rencana si Acong ini serta merta memunculkan poletik
dikalangan takmir dan beberapa tokok agama disekitar itu. Bahkah si Udin,
tukang parkir depan tokoh Acong saja ikut melu-melu mikir dan mbumboni
rembug disana-sini, ”Koh si Acong ana-ana bae, china malah mikirna masjid
mbarang jan, apa entuk yah”, ungkapnya.
Yah mungkin bukan hanya si Udin saja yang ngrundel, masih banyak lagi masyarakat
kita yang beranggapan bahwa wakaf hanya bisa dilakukan oleh seorang
muslim yang sehat jasmani dan rohani saja. Banyak juga yang cemoohan dan banyak juga stigma
yang mengatakan bahwa seorang non muslim tidak boleh melakukan wakaf
karena dia orang kafir. Namun anggapan tersebut ternyata tidak
sepenuhnya benar, karena ternyata tidak ada dawuh yang menyatakan bahwa
wakaf hanya dapat dilakukan oleh seorang muslim. Jika seorang non muslim ingin mewakafkan hartanya untuk kebaikan
umat Islam maka hukumnya diperbolehkan dikarenakan tidak ada syarat maupun
ketentuan mengenai kepercayaan seseorang. Selama harta yang diwakafkan halal dan bertujuan
untuk kepentingan kaum muslimin maka boleh dilakukan.
Beberapa ulama yang menganut
mazhab Syafi'i memiliki dua pendapat yang berbeda terkait polemik
ini. Namun dalam kitab Fathul Wahab, salah satu kitab rujukan yang
digunakan para ulama yang tergabung dalam mazhab Syafi'i, bagian yang
menjelaskan konsep wakif adalah al-mukhtar yang artinya pihak yang nyata-nyata tidak dalam tekanan. Dengan
kata lain ia adalah pihak yang dengan sukarela memberikan harta-bendanya untuk
diwakafkan, disamping juga sebagai orang yang memiliki kecakapan dalam berbuat
kebajikan (ahlu tabarru’). Syekh Zakariya Al-Ansori secara gamblang memberikan pernyataan terkait keabsahan wakif
dari kelompok non-muslim, “Rukun wakaf ada empat, yaitu wakif, mawquf, mawquf
‘alaih dan shiqot wakaf. Ditetapkan bahwa pemberi wakaf atau wakif adalah
orang yang secara sukarela memberikan (mukhtar), dan penjelasan tambahan saya
dalam hal ini dia adalah ahlu tabarru' (orang yang berkompeten dalam
kebaikan). Oleh karena itu, wakafnya sah untuk non-muslim dan meskipun
wakafnya untuk masjid sekalipun”.
أَرْكَانُهُ) أَرْبَعَةٌ (مَوْقُوْفٌ وَمَوْقُوْفٌ عَلَيْهِ وَصِيْغَةٌ وَوَاقِفٌ وَشُرِطَ فِيْهِ)أَيْ فِي الْوَاقِفِ (كَوْنُهُ مُخْتَارًا) وَالتَّصْرِيْحُ بِهِ مِنْ زِيَادَتِيْ (أَهْلُ تَبَرُّعٍ)فَيَصِحُّ مِنْ كَافِرٍ وَلَوْ لِمَسْجِدٍ
Lebih lanjut mengenai hal ini dikatakan, bahwa para
ulama dari kalangan madzhab Syafi’i dan Hanbali menyatakan bahwa
yang menjadi acuan dalam soal wakaf adalah qurbah (mendekatkan diri
kepada Alloh SWT) yang sesuai dengan pandangan Islam, baik itu selaras dengan
keyakinan pemberi wakaf atau tidak. Karenanya, sah wakaf non-Muslim untuk
masjid karena dalam pandangan Islam itu merupakan bentuk dari qurbah. Namun
tidak sah wakaf seorang muslim untuk gereja, baitun nar (tempat
penyembahan api), atau sejenisnya karena itu bukan merupakan qurbah
dalam pandangan Islam.
Maka, "Kuterima wakaf-mu, Acong". wallohu’aklam @doelhakeem

Tidak ada komentar:
Posting Komentar