Jumat, 31 Maret 2023

POJOK MUNAKAHAT : MASYAFATUL QOSHRI RASA GHOIB



Kebumen-GazawaOpini
: Rosululloh SAW bersabda, “Tidak sah nikah tanpa adanya seorang wali”, derajat hadits ini shohih menurut Syech Al-Bani dan hadits ini diriwayatkan oleh Ashabus Sunah diantaranya Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah. Hadits ini juga menjadi dasar hukum bahwa sebuah pernikahan harus ada wali nikahnya, karenanya keberadaan wali nikah adalah rukun nikah yang harus ada, jika tidak ada wali nikahnya atau salah wali nikahnya maka pernikahannya tidak sah atau bathil. Abd al-Rahman al-Jazairy dalam al-fiqh ‘ala Mazahibil al-Arba’ah mengungkapkan bahwa wali dalam nikah adalah yang padanya terletak sahnya akad nikah, maka tidak sah nikahnya tanpa adanya dia (wali).

Wali nikah adakalanya wali nasab adakalanya wali hakim. Dalam hal pernikahan dengan wali hakim dapat terjadi karena beberapa sebab, diantaranya wali nikah berada ditempat yang jauh atau masyafatul qoshri dan bisa juga karena walinya tidak diketahui keberadaanya atau ghoib. Seiring dengan perkembangan zaman, regulasi dan tata aturan pun tak luput ikut terkena imbasnya, begitu juga perubahan PMA Nomer 19 Tahun 2018 menjadi PMA Nomer 20 Tahun 2019 tidak terelakan lagi. Dan adapun imbas dari perubahan PMA ini diantaranya dihapuskannya alasan perpindahan wali nasab ke wali hakim dengan alasan masyafatul qoshri, dengan dalih bahwa semua wilayah di Indonesia dan juga perwakilan di luar negeri telah memliki Kantor Urusan Agama ataupun kedutaan luar negeri, sehingga wali tersebut dapat mewakilkan hak perwaliannya dengan taukil wali bil kitabah melalui instansi yang dimaksud. Sehingga dimanapun dan sejauh apapun posisi wali nikah tidak bisa menjadi dasar untuk perpindahan wali nasab ke wali hakim.

Paimin wali nikah dari Tarmijah, janda kembang yang baru setahun ditinggal mati suaminya, Paimin merantau ke luar jawa dipedalaman Kalimantan, Paimin dapat dihubungi lewat telephon ketika Tarmijah pamit mau menikah, dan Tarmijah meminta Paimin untuk segera pulang atau kalau tidak bisa pulang agar taukil wali bil kitabah ke Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat, kata Tarmijah meneruskan pesen pak Modin padanya. Paimin angkat tangan, pulang kampung butuh biaya yang besar, ke Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat bagi Paimin seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami, dan kalau pun Paimin bisa sampai ke Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat, belum tentu Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat mau menerima dan mengeluarkan bukti taukil wali bil kitabah mengingat Paimin bukan warga asli Kalimantan. Pokoknya Paimin angkat tangan, dan Tarmijah yang sudah ngebet hanya bisa sambat dan menangis di hadapan Penghulu Kepala Kantor Urusan Agama, mohon kebijaksanaan.

Dilematis, itulah yang terjadi mensikapi permasalah Tarmijah tersebut, dan dalam hal ini ada kalanya kembali memunculkan bias kebijakan dikalangan pemangku kebijakan di tingkat Kecamatan. Taukil wali bi telephon belum ada dasar hukumnya yang pasti, sementara secara syar’i diyakini masih boleh menggunakan alasan masyafatul qoshri untuk pindah ke wali hakim, masyafatul qoshri sudah tidak lagi diperbolehkan menurut regulasi. Berangkat dari dilematis inilah yang pada akhirnya sering kali melahirkan kebijakan pemangku kebijakan dalam masyarakat mengghoibkan Paimin agar pernikahan Tarmijah tetap bisa berjalan, masyafatul qorsyi rasa qhoib  “jauh dimata hilang di alibi”. Wallohu ‘Aklam. @doelhakeem

 

 

 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ZAWACORNER : DO'A ZAWA KETIKA HUJAN

  Kebumen - zaWAcorner  : Hujan bagi sebagian orang mungkin dinilai hanya sebagai fenomena alam yang lumrah dan biasa. Sebuah siklus air y...