Minggu, 09 April 2023

LITERASIZAWA : AKU UNTUK SIAPA


Kebumen-GazawaOpini : Zakat adalah perintah Alloh SWT untuk menyucikan harta yang kita miliki, jika harta itu racun maka zakatlah penawarnya Berzakat berarti kita telah memberikan sebagian hak orang-orang yang membutuhkan melalui rezeki yang kita dapatkan. Membayar zakat bagi yang telah memenuhi syarat dan rukunnya adalah wajib sebagai bagian dari menunaikan rukun islam. Adapun golongan penerima zakat terbagi menjadi delapan golongan yaitu  fakirmiskin‘amil zakat, orang yang baru masuk Islam (mualaf), memerdekakan hamba sahaya, membebaskan orang yang berhutang, berjuang meluhurkan agama Allah (fi sabilillah), dan orang yang sedang berada dalam perjalanan (ibnu sabil).

Menurut mayoritas ulama mazhab Hanafi, mazhab Maliki dan mazhab Hanbali tidak ada kewajiban memberikan zakat secara merata kepada delapan golongan penerima zakat (asnaf) baik bagi pembayar zakat (muzakki), pemerintah (al-imam), maupun petugas pembagian zakat (as-sa’i).  Tidak adanya kewajiban meratakan pemberian zakat ini secara mutlak baik harta zakat berjumlah banyak maupun sedikit. Bahkan, diperbolehkan membayar zakat hanya kepada satu orang saja selama tidak lebih dari kadar kecukupan biaya hidup satu orang tersebut. Semisal, pak Zaid ingin membayar zakat senilai empat ratus ribu rupiah maka boleh ia cukup memberikan zakatnya kepada satu orang fakir saja.

Pendukung pendapat ini, menurut Syekh Ahmad as-Shawi dan mayoritas ulama mazhab Maliki huruf jer “lam” pada lafadz lil fuqoro’ dalam ayat di atas bertujuan menunjukkan tujuan alokasi zakat (tasharruf zakat) bukan kepemilikan zakat. Maka menurut mazhab Maliki, ayat di atas memberikan pilihan kepada muzakki mengenai tujuan alokasi zakat, bukan berarti setiap golongan penerima zakat berhak mendapatkan bagian dari zakat setiap muzakki. Kemudian menurut Syekh Ahmad bin Muhammad al-Qaduri dan mayoritas ulama mazhab Hanafi tidak ada kewajiban meratakan pembayaran zakat merujuk pada para sahabat Rosululloh yang hanya membagikan zakat kepada satu golongan saja. Diceritakan dari sahabat Mu’adz bin Jabal bahwa beliau mengambil zakat dari penduduk Yaman dan menjadikannya (memberikannya) kepada satu golongan dari manusia dan beliau tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat (atas kebolehan pembagian tersebut) dari ulama salaf maka hal ini menjadi ijma’ (kesepakatan ulama). Kemudian menurut Syekh Manshur bin Yunus al-Buhuti dan mayoritas ulama mazhab Hanbali tidak ada kewajiban meratakan pembayaran zakat karena ada ayat al-Qur’an yang membolehkan membayarkan zakat hanya kepada orang-orang fakir. Ayat yang dimaksud adalah surat al-Baqoroh ayat 271 yang artinya  “Dan jika kamu menyembunyikannya (sedekah) dan memberikannya kepada orang-orang fakir, maka itu lebih baik bagimu”.

Berbeda dengan pendapat tersebut di atas, menurut mazhab Syafi’i wajib membagikan zakat kepada delapan golongan (asnaf) penerima zakat. Hal ini karena huruf jer "lam” pada lafadz lil fuqoro bermakna tamlik (kepemilikan) serta huruf wawu-nya ‘athaf bermakna musyarokah (kepemilikan bersama). Walhasil, pemerintah (al-imam) harus membagikan zakat secara merata kepada delapan golongan penerima zakat. Hal ini karena setiap harta zakat adalah milik bersama bagi delapan golongan penerima zakat. Sedangkan muzakki sangat dianjurkan membagikan secara merata kepada delapan golongan bila memungkinkan. Seandainya tidak memungkinkan maka muzakki dapat membagikan zakat skala prioritas kepada golongan-golongan yang ditemui di daerahnya, dan harus membagikan zakat minimal kepada tiga orang dari setiap golongan penerima zakat.

Bagaimana dengan zakat fitrah?

Pendapat pertama, karena zakat fitrah termasuk salah satu jenis zakat, maka menurut mazdab Syafi’i masuk dalam keumuman firman Alloh SWT dalam surat at-Taubah ayat 60, sebagaimana pendapat Ibnu Qudamah Al-Maqdisi yang mengatakan bahwa zakat fitrah diberikan kepada pihak yang boleh diberi zakat harta (mal), seperti itu karena zakat fitrah termasuk jenis zakat, maka penyalurannya sebagaiman penyaluran seluruh zakat-zakat. Karena sesungguhnya ia (zakat fitrah) termasuk zakat yang masuk dalam keumuman firman Alloh SWT surat at-Taubah ayat 60.

Pendapat kedua, bahwa yang berhak menerima zakat fitrah itu hanyalah fakir miskin, mereka berdalil bahwa Rosululloh SAW mewajibkan zakat fitrah untuk mensucikan orang yang berpuasa dari bersenda gurau dan kata-kata keji, dan juga untuk memberi makan orang-orang miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat maka zakatnya diterima dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka itu hanya sedekah diantara berbagai sedekah. Dalam hadits ini Rosululloh SAW sendiri menyatakan bahwa zakat fitrah itu untuk memberi makan orang-orang miskin, oleh karena itu penyalurannya hanya kepada mereka, dan bukan delapan golongan (asnaf).

Pendapat kedua ini mendapatkan kritikan, bahwa pendalilan dengan hadits di atas untuk pendapat bahwa zakat fitrah hanya diberikan kepada fakir miskin saja, ini adalah pendalilan yang tidak tepat. Karena penyebutan kelompok fakir miskin dalam hadits di atas bermakna dzikru ba’dhi afrodil ‘am (penyebutan sebagian dari sesuatu yang bersifat umum). Artinya jika Rosululloh SAW menyebutkan kelompok fakir miskin dalam hadits di atas, maka beliau menyebutkan salah satu golongan yang berhak menerima zakat dari delapan golongan (asnaf), bukan berarti sebagai pembatasan. Kalimat-kalimat seperti ini tidak bisa dijadikan takhsish (pengkhususan) untuk sesuatu yang umum. Karena jika tidak demikian, nanti zakat mal juga hanya untuk fakir miskin saja, sebab dalam sebuah hadits yang berbeda Rosululloh SAW memerintahkan kepada Mu’adz untuk memberikan zakat mal kepada orang-orang fakir saja, akan tetapi tidak ada seorangpun ulama’ yang menyatakan demikian.

al-Imam Ash-Shon’ani ra berkata :

وَفِي قَوْلِهِ ” طُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ ” دَلِيلٌ عَلَى اخْتِصَاصِهِمْ بِهَا وَإِلَيْهِ ذَهَبَ جَمَاعَةٌ مِنْ الْآلِ وَذَهَبَ آخَرُونَ إلَى أَنَّهَا كَالزَّكَاةِ تُصْرَفُ فِي الثَّمَانِيَةِ الْأَصْنَافِ وَاسْتَقْوَاهُ الْمَهْدِيُّ لِعُمُومِ {إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ} [التوبة: 60] وَالتَّنْصِيصُ عَلَى بَعْضِ الْأَصْنَافِ لَا يَلْزَمُ مِنْهُ التَّخْصِيصُ فَإِنَّهُ قَدْ وَقَعَ ذَلِكَ فِي الزَّكَاةِ وَلَمْ يَقُلْ أَحَدٌ بِتَخْصِيصِ مَصْرِفِهَا فَفِي حَدِيثِ مُعَاذٍ «أُمِرْت أَنْ آخُذَهَا مِنْ أَغْنِيَائِكُمْ وَأَرُدَّهَا فِي فُقَرَائِكُمْ»

Dalam ucapannya - untuk memberi makan orang-orang miskin, terdapat dalil pengkhususan zakat fitrah untuk mereka (orang-orang miskin). Dan kepada hal ini sekelompok dari keluarga ahli bait berpendapat. Adapun ulama’ yang lain berpendapat, sesungguhnya zakat fitrah disalurkan kepada delapan golongan, dan hal ini dirasa kuat oleh al-Mahdi karena keumuman firman Alloh Ta’ala : “Sesungguhnya zakat-zakat itu….” Surat at-Taubah ayat 60. Penetapan atas sebagian golongan (yang berhak menerima zakat) tidaklah mengharuskan pengkhususan darinya. Karena hal ini juga terjadi pada zakat mal. Akan tetapi tidak ada seorangpun ulama yang mengkhususkan penyalurannya kepadanya saja. Maka dalam hadits Mu’adz bin Jabal beliau berkata : “Aku diperintah untuk mengambil zakat mal dari orang-orang kaya dari kal kalian dan aku salurkan kepada orang-orang fakir dari kalian”. Wallohu’aklam 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ZAWACORNER : DO'A ZAWA KETIKA HUJAN

  Kebumen - zaWAcorner  : Hujan bagi sebagian orang mungkin dinilai hanya sebagai fenomena alam yang lumrah dan biasa. Sebuah siklus air y...