Profil - GazawaNews : Pada suatu hari Imam Darul Hijrah sedang memberikan pelajaran pada muris-muridnya, beliau melihat seorang anak laki-laki kecil sedang bermain di halaman. Setiap kali anak kecil itu melihat Imam Darul Hijrah dan pandangan mata mereka berdua bertemu bertatatap, segera saja Imam Darul Hijrah turun dari mimbar dan membungkukkan badan hormat takdim pada anak laki-laki kecil tersebut.
Sesripitan
kopi berikutnya, usai
pembelajaran - beberapa murid Imam Darul Hijrah meminta keterengan perihal
sikap sang Guru pada anak laki-laki kecil tersebut, dan Imam Darul Hijrah pun menjelaskan
dengan penuh keikhlasan. “Dia anak seorang nasrani, ayahnya banyak memelihara
anjing”, kata Imam Darul Hijrah. Murid-murid beliaupun terperangah, kaget dan mlompong
mendengan keterangan sang Guru. Kemudian Imam Darul Hijrah menjelaskan lebih
lanjut, ketika saya belajar dan menulis tentang najis mugholladzoh, saya ingin
sekali mengetahui perbedaan antara air kencing anjing pejantan dan air kencing
anjing betina, lalu saya pun belajar pada ayah anak laki-laki kecil tersebut. Jadi,
ayah anak laki-laki kecil tersebut adalah guru saya abu ruh, dan saya
harus juga menghormati anak-anak guru saya, agar keberkahan ilmu itu ada pada
saya, lanjut Imam Darul Hijrah menjelaskan.
Berangkat
dari kisah tersebut, siapa yang tidak kenal dengan Drs. H. Khamid, M.Pd.I. sosok Kasubag TU Kantor Kementerian Agama
Kabupaten Kebumen ini dan juga merangkap Plt Kasi Gazawa. Kesehariannya tidak
pernah lepas dari senyuman, sikap tawaddu’ dan ketakdimannya pada atasan, poro guru
dan poro kyai. Bahkan ketakdiman beliau juga diberikan pada putra-putra guru dan
kyai beliau. Nah, jangan-jangan beliau inilah salah satu titisan jiwa tawaddu' dari Imam
Darul Hijrah : Abu Abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Abu Amir al-Ashbahi
atau yang kita kenal dengan nama Imam Malik ra.
Sejak
kecil memang beliau sudah didik agamis dalam lingkungan keluarganya, pokoke
ta’alim muta’alim jadi patokan perilakunya. Beliau juga sempat belajar di Madrasah
Salafiyah Wonoyoso Kebumen dan nyantri di pondok Mamba’ul Ulum di bawah asuhan
simbah kyai Abdurrahman yang juga terkenal sebagai sosok kyai yang tawaddu’. Mungkin
dari gembengan-gemblengan inilah, dan juga dari bekal keilmuan agama yang beliau
miliki, kemudian membekas begitu dalam pada diri beliau, sehingga sikap tawaddu’
laksana darah yang mengalir dalam diri beliau, mengalir otomatis dalam setiap perilaku keseharian beliau. Dan salah satu kekhasan ucapan ketakdiman beliau adalah, "nggih bapak" @doel

Tidak ada komentar:
Posting Komentar