عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ
قَالَ إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ اِنْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا
مِنْ ثَلَاثَةٍ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ
صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ
“Ketika anak Adam mati, terputuslah amalnya kecuali tiga
perkara; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang
mendoakannya” (HR Muslim).
Anak sholeh yang dimaksud dalam hadits
tersebut minimal adalah seorang Muslim yang mendoakan kedua orang tuanya. Lebih
sempurna lagi bila ia juga merupakan pribadi yang memenuhi hak-hak Allah dan
hamba-hamba-Nya, saleh secara spiritual dan saleh secara sosial.
Menurut para ulama sedekah jariyah (yang
mengalir pahalanya) dalam konteks hadits di atas, diarahkan kepada makna wakaf,
karena wakaf adalah satu-satunya bentuk sedekah yang dapat dimanfaatkan secara
permanen oleh pihak penerimanya, sebab syariat memberi aturan agar benda yang
diwakafkan dibekukan tasarufnya; murni untuk dimanfaatkan oleh pihak yang
diberi wakaf. Semisal mewakafkan tanah menjadi masjid, pahalanya akan terus
mengalir untuk pewakaf seiring dengan kelestarian pemanfaatan masjid oleh
orang-orang Islam selaku pihak yang berhak memanfaatkan masjid tersebut.
Hal ini berbeda dengan sedekah atau hibah
biasa, misalnya menghibahkan tanah kepada pihak tertentu, pahalanya tidak dapat
dijamin bisa lestari, sebab bisa saja pihak penerima hibah menjualnya. Di sisi
lain, kepemilikan tanah tersebut menjadi hak penerima hibah, berbeda dengan
harta wakaf yang status kepemilikannya kembali kepada Alloh SWT.
Syekh Khothib al-Syarbini menjelaskan :
والولد
الصالح هو القائم بحقوق الله تعالى وحقوق العباد ، ولعل هذا محمول على كمال القبول
. وأما أصله فيكفي فيه أن يكون مسلما ، والصدقة الجارية محمولة عند العلماء على
الوقف كما قاله الرافعي فإن غيره من الصدقات ليست جارية، بل يملك المتصدق عليه
أعيانها ومنافعها ناجزا. وأما الوصية بالمنافع وإن شملها الحديث فهي نادرة فحمل
الصدقة في الحديث على الوقف أولى.
“Anak saleh adalah orang yang memenuhi hak-hak Allah dan
hamba-hamba-Nya. Mungkin saja ini diarahkan kepada kesempurnaan diterimanya do’a.
Adapun inti diterimanya do’a, maka cukup anak yang muslim. Sedekah jariyah
diarahkan kepada wakaf menurut para ulama seperti yang dikatakan imam
al-Rafi’i, sesungguhnya selain wakaf dari beberapa sedekah tidak mengalir
pahalanya, bahkan pihak yang diberi sedekah memiliki benda dan manfaatnya
secara langsung. Adapun wasiat dengan beberapa manfaat meski tercakup oleh
hadits, akan tetapi jarang diterapkan. Maka mengarahkan sedekah dalam hadits
atas arti wakaf lebih utama” (Syekh Khathib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj,
juz 2 hal. 485).
Wakaf pertama kali dalam sejarah Islam adalah wakaf yang
dilakukan Sahabat Umar atas sebidang tanah Khaibar yang dimilikinya. Hal itu
beliau lakukan atas perintah Nabi. Sahabat Umar memberi beberapa syarat atas
pewakafan tanah tersebut, di antaranya tidak boleh dijual, diwariskan dan
dihibahkan. Sahabat Umar juga memberi syarat agar pengelolanya diperkenankan
memakan atau memberi makan kerabatnya dari hasil bumi tanah tersebut dengan
sewajarnya, tidak berlebihan dan bebas layaknya orang yang memiliki hak
kepemilikan secara pribadi. Riwayat lain menyebutkan wakaf pertama kali dalam
Islam adalah wakafnya Nabi atas harta yang beliau terima dari Mukhairiq, seorang
alim dari Bani Nadlir. Nabi menerima pemberian harta wasiat dari Mukhairiq di
tahun ketiga Hijriyyah, kemudian selang beberapa waktu Nabi mewakafkannya
(lihat: Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfah al-Muhtaj, juz 6, hal. 236).
Setelah anjuran wakaf disabdakan Nabi, para sahabat sangat gemar
mewakafkan hartanya. Bahkan menurut catatan sejarah, wakaf menjadi ibadah yang
nge-trend dan sangat populer di kalangan mereka. Hingga sahabat Jabir
menuturkan tiada sahabat yang memiliki kemampuan finansial kecuali mewakafkan
hartanya. Imam al-Syafi’i menegaskan ada 80 sahabat Anshor yang
bersedekah wakaf.
Disebutkan dalam kitab al-Fiqh al-Manhaji
keterangan sebagai berikut :
وقد اشتهر
الوقف بين الصحابة وانتشر، حتى قال جابر رضي الله عنه: ما بقى أحد من أصحاب رسول
الله - صلى الله عليه وسلم - له مقدرة إلا وقف. وقال الشافعي رحمه الله تعالى:
بلغني أن ثمانين صحابياً من الأنصار تصدّقوا بصدقات محرمات. والشافعي رحمه الله
يطلق هذا التعبير (صدقات محرمات) على الوقف
“Dan telah masyhur berwakaf di antara sahabat dan menyeluruh, sehingga sahabat Jabir berkata; tidaklah tersisa dari para sahabat Nabi yang memiliki kemampuan (finansial) kecuali mewakafkan hartanya. Al-Imam al-Syafi’i berkata; telah sampai kepadaku bahwa 80 sahabat dari Anshar bersedekah dengan sedekah yang diharamkan (dijual dan dihibahkan). Al-Syafi’i mengucapkan redaksi ‘sedekah yang diharamkan’ ini untuk arti wakaf” (Syekh Dr. Mushtafa al-Khin dkk., al-Fiqh al-Manhaji, juz 5, hal. 11).
